top of page

Dialog Kemanusiaan

      Di balik reruntuhan tembok, di sekeliling serpihan atap, di selimuti debu yang beterbangan, di bawah terik matahari, di atas bumi yang miskin akan air, di antara desingan peluru dan rasa was-was, ada sebuah dialog.

Palestina : pilu nasibku. Tanahku digerogoti, rakyatku di tindas dan di usir, bahkan orang –orang yang mau menolongku dicegat dan ditembaki di atas kapalnya sendiri di perairan internasional…

 

Penduduk Dunia : "Apa benar yang engkau katakan itu wahai Palestina..? Aku dengar dari  Israel, tanahmu bukan milikmu, melainkan tanah yang dijanjikan Tuhan untuk bangsa Israel. Rakyatmulah yang menyerang warga Israel dengan roket-roket, dan kapal –kapal Freedom Flotilla itu dicegat  serta relawannya terbunuh karena Israel ingin mempertahankan eksistensi kemanan negaranya. Benar begitukan Israel ?"

 

Israel : "Ya. Semua yang engkau katakan itu benar wahai Penduduk dunia. Akulah lambang demokrasi di Timur Tengah. Aku harus selalu dijaga agar demokrasi itu juga terjaga di sana. Palestina itu sarang teroris. Jadi, ia harus diwaspadai. Apalagi di Gaza, makanya aku membuat Tembok Tebal itu. Barang-barang yang masuk ke Gaza harus bebas dari bahan aluminium, logam, dan pupuk. Agar tidak dijadikan senjata untuk menyerang wargaku. Aku melakukan itu semua untuk melindungi wargaku dari serangan kelompok militan Hamas. Aku kira ini wajar dilakukan sebuah negara."

 

Palestina: "Jangan percaya kepada Israel wahai Penduduk Dunia, ia memang mempunyai sifat suka berdusta dan melebih-lebihkan. Siapa yang negara sebenarnya ? Siapa yang bangsa sebenarnya ? Yahudi itu bukan bangsa, Israel itu bukan negara, ia hanyalah salah satu agama, ia sebenarnya tidak mempunyai tanah sebelumnya. Jelas Israel telah merebut tanah kami. Sekarang siapa yang teroris, sekelompok orang yang mempertahankan tanah dan kemerdekaannya ataukah mereka yang membombardir dengan bom fosfor, tank, panser dan tentara militer bersenjata lengkap hingga menewaskan 1400 warga sipil termasuk anak-anak ? Untuk alasan menjaga perbatasankah, mencegat kapal yang mengangkut bahan  makanan dan logistik dan menembaki relawannya hingga 20 meninggal dan 50 lainnya luka-luka di perairan internasional ? Ini sudah pembajakan namanya. Bahkan penjara terbesar di dunia Israel ciptakan di Gaza untuk menekan wargaku di sana. Air, listrik, bahan makanan, barang-barang kebutuhan sehari-hari, semua tidak di izinkan masuk. Ini sudah di luar batas-batas kemanusiaan !"

 

Kemanusiaan : "Wahai Palestina, jangan bersedih. Aku melihat Israel memang jauh dariku. Ia mengatasnamakan aku apabila berbicara tentang warga Yahudi, sedangkan untuk warga selainnya ia merasa tidak mengenalku. Ketahuilah, aku tidak mengenal batas-batas teritorial. Aku tidak hanya untuk satu golongan, bangsa atau agama. Engkau memang sedang tertindas oleh Israel. Israel harus mengakui kesalahannya."

 

Penduduk Dunia : "Wahai Israel, engkau sudah mendengar ucapan Kemanusiaan. Engkau telah melanggarnya. Engkau haruslah mengakui kesalahanmu. Hentikan perbuatanmu mengusir warga Palestina dari tanah airnya, buka segera blokademu di Gaza. Engkau juga harus memberi santunan kepada keluarga korban yang meninggal dan luka-luka oleh tentara Komandomu. Segera kembalikan kapal-kapal Freedom Flottila untuk masuk ke Gaza, yang mereka bawa itu hanyalah bahan-bahan yang selama ini engkau tutup aksesnya dari Gaza. Apakah engkau ini sudah tidak mengenal lagi Kemanusiaan ? Hanya untuk Yahudikah bagimu Kemanusiaan itu ? Apakah sebenarnya tujuan dari seluruh perbuatanmu itu ? Sesungguhnya Palestina hanya mempertahankan tanah dan kemerdekaannya yang engkau rebut."

 

Pendidikan Profetik : "Wahai Palestina, engkau memang dalam pihak yang terdzolimi. Aku sudah mengenal Israel sudah sejak dulu dengan segala watak dan perbuatannya yang tidak sesuai dengan aku. Aku mengajarkan manusia untuk saling bersikap humanis, mengajarkan kebaikan, juga terus meningkatkan nilai-nilai transendental dengan Tuhan Yang Maha Esa. Jika manusia dekat dengan Tuhannya, tentu hubungan dengan sesamanya juga akan harmonis. Wahai Penduduk Dunia, engkau memang seharusnya bersikap demikian. Sejatinya engkau telah mengenal Kemanusiaan dengan baik. Wahai Israel, sampai kapan engkau berbuat demikian ? Apakah tidak ada lagi bagimu bahasa perdamaian ? Belum tibakah waktunya engkau mengakui tentang Kebenaran ?"

 

 

oleh : Iqbal Amaludin Mantan Koordinator Pemandu OSPEK FMIPA 2008

bottom of page